Adik kandung Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo akhirnya angkat bicara terkait kasus ekspor benih lobster. Hal itu lantaran banyaknya isu dan fitnah yang menyasar kepada dirinya dan sang putri, Rahayu Saraswati. Ia pun meluapkan kekecewaan karena nama perusahaannya selalu dikaitkan dengan kasus Menteri KKP Edhy Prabowo yang dijerat KPK.
Padahal Hashim menuturkan, perusahannya PT Bima Sakti Mutiara, hanya memiliki izin budidaya lobster, bukan izin ekspor. "Saya merasa dihina, difitnah," kata Hashim dalam konferensi pers di kawasan Cafe Jetski, Pluit, Jakarta Utara, Jumat (4/12/2020). Lebih lanjut, Hashim menyebut perusahaannya itu telah melakukan bisnis di bidang kelautan sejak 35 tahun silam.
Adapun bisnisnya yakni di bidang budidaya mutiara. Hashim juga menyebut perusahannya bergerak di bidang budidaya lain, di antaranya teripang, kerapu, dan kepiting. Ia menegaskan, pengajuan izin untuk melakukan ekspor lobster dan benur tak pernah ia niatkan.
Terlebih sejak dilarang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya, Susi Pudjiastuti. "Tahun lalu saya bilang berapa kali saya wanti wanti saya usulkan berikan izin sebanyak banyaknya. Saksi hidup banyak di belakang saya," katanya. "Saya bilang, 'Ed (Edhy Prabowo) buka saja sampai 100 karena Prabowo tidak mau monopoli."
"Dan saya tidak suka monopoli dan Partai Gerindra tidak suka monopoli'," ujar Hashim. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan pengacara keluarga Hashim, Hotman Paris Hutapea. Hotman menyebut keponakan Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusomo, belum memiliki izin ekspor benih lobster.
Pernyataan itu pun menjawab isu yang beredar bila perusahaan yang Sarah pimpin, PT Bima Sakti Mutiara ikut masuk dalam pusara kasus yang menimpa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. "Empat kelengkapan ekspor dia (Sarah) belum dapat artinya belum punya izin ekspor lengkap." "Artinya belum pernah ekspor dan tidak pernah nyogok untuk dapatkan hal itu," kata Hotman.
Adapun keempat kelengkapan tersebut yakni sertifikat budi daya lobster, sertifikat instalasi karantina ikan. Serta cara pembibitan yang baik, dan surat penetapan waktu pengeluaran ekspor. Hotman mengatakan, perusahaan milik Hashim itu belum mendapatkan empat kelengkapan tersebut.
Bahkan sampai Edhy ditangkap, padahal, di satu sisi, ada perusahaan perusahaan lain yang sudah mendapatkan izin. Jumlahnya disebut Hotman sampai mencapai puluhan. "Ini yang disesalkan dia (Sarah) sebagai ponakan Prabowo dapat diskriminasi."
"Ada 60 sudah dapat izin. Mereka oleh pengusaha jago lobi sudah dapat, tapi dia sampai hari ini, sampai ditangkap menterinya, izin ekspor belum ada," ujarnya. Hotman mengatakan, Saras menginginkan perusahaannya mendapatkan izin tanpa ada lobi lobi yang sifatnya transaksional. "Dia mau tempuh jalur resmi tanpa sogokan," jelas Hotman.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/11/2020) malam. Hal itu lantaran ia terjerat kasus korupsi ekspor benur atau benih lobster. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada Rabu (25/11/2020) dini hari.
Kala itu ia baru tiba dari kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat. Ia ditangkap bersama istri dan beberapa pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di. Buntut dari penetapannya sebagai tersangka, Edhy mundur dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Tidak hanya itu, ia juga mundur dari jabatan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra. OTT yang berlangsung di Jakarta, Depok, dan Bekasi itu mengamankan 17 orang. Setelah melakukan pemeriksaan, akhirnya KPK menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus tersebut.
Selain Edhy, enam tersangka lainnya adalah staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misata. Kemudian pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito, dan seorang pihak swasta bernama Amiril Mukminin.